PEMERINTAHAN - Dalam lanskap politik dan birokrasi Indonesia, istilah "pejabat bermental kasir" dan "hanya omon-omon" kerap terdengar di berbagai diskusi publik. Istilah ini menggambarkan perilaku pejabat yang hanya fokus pada keuntungan pribadi atau kepentingan sesaat tanpa benar-benar memiliki visi dan komitmen terhadap kemajuan bangsa. Alih-alih menjadi pemimpin yang berpikir strategis dan inovatif, mereka lebih mirip dengan "kasir" yang sekadar menghitung uang masuk dan keluar tanpa memikirkan pembangunan jangka panjang.
Lebih parahnya lagi, banyak pejabat yang hanya pintar berbicara, tetapi miskin eksekusi. Mereka sibuk membuat janji-janji manis di panggung politik, namun realitasnya nihil tindakan nyata yang berdampak signifikan bagi masyarakat. Inilah yang disebut dengan "hanya omon-omon", atau sekadar omong kosong tanpa bukti konkret.
Pejabat Bermental Kasir: Berkuasa Tapi Tanpa Visi
Salah satu ciri utama pejabat bermental kasir adalah cara mereka mengelola anggaran dan kebijakan publik. Mereka melihat jabatan sebagai pos transaksi yang lebih banyak berorientasi pada keuntungan pribadi daripada pembangunan nasional. Pola pikir ini terlihat dalam beberapa fenomena:
1. Korupsi Anggaran: Banyak pejabat yang tidak melihat anggaran negara sebagai alat untuk pembangunan, tetapi sebagai sumber pemasukan pribadi. Proyek infrastruktur, pengadaan barang, dan program bantuan sosial sering kali dimanipulasi demi kepentingan sendiri atau kelompoknya.
2. Mentalitas “Asal Ada Uang”Alih-alih berpikir strategis untuk memperbaiki layanan publik, mereka lebih sering melihat bagaimana kebijakan dapat menguntungkan kantong pribadi. Jika ada peluang “setoran” dari pihak tertentu, kebijakan bisa berubah seketika.
3. Minimnya Inovasi dan Keberanian Mengambil Keputusan Besar: Pejabat seperti ini cenderung tidak punya visi dan inovasi dalam membangun negara. Mereka hanya menjalankan rutinitas tanpa keberanian membuat terobosan. Sikapnya seperti seorang kasir yang hanya menunggu pelanggan datang tanpa upaya untuk meningkatkan bisnisnya.
Hanya Omon-Omon: Janji Manis Tanpa Bukti
Fenomena pejabat yang gemar membual tanpa tindakan nyata juga semakin marak. Beberapa tanda pejabat yang hanya "omon-omon" antara lain:
1. Retorika Kampanye yang Bombastis, Tapi Realisasi Nol: Banyak pejabat yang saat kampanye menjanjikan perubahan besar, seperti menghapus kemiskinan, menyediakan lapangan pekerjaan, atau meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, setelah terpilih, janji tinggal janji tanpa implementasi nyata.
2. Pidato dan Pernyataan yang Tidak Sinkron dengan Kebijakan: Pejabat sering berbicara soal efisiensi anggaran, tapi dalam praktiknya justru menghambur-hamburkan uang rakyat untuk perjalanan dinas mewah, proyek mercusuar yang tidak berdampak, atau belanja barang yang tidak dibutuhkan.
3. Program yang Berulang-ulang Tapi Tidak Berdampak: Beberapa program pemerintah tampak hanya sekadar formalitas, bukan untuk benar-benar menyelesaikan masalah. Misalnya, program pelatihan kerja yang diadakan setiap tahun, tetapi angka pengangguran tetap tinggi.
Baca juga:
Pemkab Pangkep Siapkan Pos Kesehatan Pemilu
|
Dampak Buruk bagi Bangsa
Pejabat dengan mental kasir dan omon-omon ini memiliki dampak yang serius bagi pembangunan Indonesia, di antaranya:
1. Menghambat kemajuan ekonomi dan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.
2. Menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, yang berujung pada meningkatnya sikap apatis masyarakat.
3. Melemahkan daya saing bangsa, karena kebijakan yang dibuat hanya berorientasi jangka pendek dan tidak mendukung inovasi atau kemajuan industri.
4. Memperkuat budaya korupsi, di mana jabatan dipandang sebagai alat mencari keuntungan pribadi, bukan sebagai amanah untuk membangun negeri.
Solusi: Menciptakan Pejabat Bermental Pemimpin, Bukan Kasir
Untuk mengatasi fenomena ini, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Meningkatkan Akuntabilitas dan Transparansi: Pejabat harus selalu diawasi oleh masyarakat dan media agar setiap kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kepentingan rakyat.
2. Reformasi Sistem Rekrutmen Pejabat: Sistem seleksi pejabat, baik yang dipilih maupun diangkat, harus berorientasi pada kompetensi dan integritas, bukan sekadar kedekatan politik atau uang mahar.
3. Mendorong Partisipasi Publik: Masyarakat harus lebih aktif dalam mengawasi kebijakan pemerintah, baik melalui media sosial, diskusi publik, maupun aksi nyata seperti pelaporan dugaan korupsi.
4. Memperkuat Hukuman bagi Pejabat yang Tidak Kompeten dan Korup: Sanksi tegas bagi pejabat yang gagal menjalankan tugasnya harus ditegakkan, agar jabatan publik tidak sekadar menjadi ladang mencari keuntungan.
Fenomena pejabat yang hanya bermental kasir dan suka omon-omon harus segera diakhiri. Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak hanya pintar berbicara, tetapi juga memiliki visi, keberanian, dan integritas dalam menjalankan kebijakan publik. Jika fenomena ini terus berlanjut, jangan heran jika pembangunan bangsa ini hanya akan berjalan di tempat, sementara negara lain melesat jauh ke depan.
Jakarta, 22 Februari 2025
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi